Jumat, 27 Agustus 2010

4 BENTENG DARI API NERAKA

Andai orang hidup 200 tahun tetapi tidak mengetahui 4 hal maka dia tidak akan selamat dari neraka-jika Alloh berkehendak:
Pertama, mengenal Alloh. Tiada yang dapat memberi, menghalangi, membahayakan, memberi manfaat kecuali Dia.
Kedua, mengenal diri sendiri. Diri ini tidak mendatangkan manfaat atau bahaya dan tidak mampu berbuat tanpa bersandar kepada-Nya.
Ketiga, mengetahui perintah Alloh dan larangan-Nya.
Keempat, mengetahui musuh Alloh. Dengan menyadari bahwa kita mempunyai musuh, Alloh tidak akan menerima apapun dari kita sebelum kita memeranginya.
(Syaqiq al-Balkhi)

Selasa, 17 Agustus 2010

Amalan Ramadhan

Bagaimana Menyambut Ramadhan (1)

Amalan-amalan yang disunahkan pada bulan Ramadhan.

1- membaca Al-Quran.

Bulan Ramadhan adalah bulan al-Quran sesuai dengan sunnah Nabi s.a.w. Ibnu Abbas RA berkata; "Nabi (Muhammad SAW) adalah orang yang paling dermawan diantara manusia. Kedermawaanya meningkat saat malaikat Jibril menemuinya setiap malam hingga berakhirnya bulan Ramadhan, lalu Nabi membacakan al-Quran dihadapan Jibril. Pada saat itu kedermawaan Nabi melebihi angin yang berhembus."Hadist tersebut menganjurkan kepada setiap muslim agar bertadarus al-Quran, dan mengadakan ijtima`/berkumpul dalam majlis al-Quran dalam bulan Ramadhan. Membaca dan belajar al-Qur'an bisa dilakukan di dihadapan orang yang lebih mengerti atau lebih hafal al-Quran. Dianjurkan pula untuk memperbanyak membaca al-Quran di malam hari. Dalam hadist di atas, modarosah antara Nabi Muhammad saw dan Malaikat Jibril terjadi pada malam hari, karena malam tidak terganggu oleh pekerjaan-pekerjaan keseharian. Di malam hari, hati seseorang juga lebih mudah meresapi dan merenungi amalan dan ibadah yang dilakukannya.Puasa dan al-Quran mempunyai keterkaitan yang sangat dalam. Karena itu Rasulullah s.a.w memperbanyak membaca Al-Quran dalam bulan Ramadhan. Tidak ada yang melebihi al-Quran. Allah menurunkannya lain pada kitab-kitab terdahulu, di dalamnya terdapat hukum-hukum Alloh yang tegas, dari al-Qur'an mengalir petunjuk-petunjuk Allah untuk manusia, tidak ada kebohongan, tidak ada penyesatan, ia memberi syafaat kepada orang yang membaca dan mengamalkannya. Rasulullah menegaskan "Barang siapa mendapatkan syafaat al-Qur'an, maka ia akan mendapatkan syafa'at di hari Kiamat", "Barangsiapa duduk demi al-Qur'an, maka ia tidak akan berdiri kecuali dengan mendapatkan kelebihan dan kekurangan, yaitu kelebihan mendapatkan hidayah dan kekurangan dari kebutaan hatinya". Dengan selalu membaca al-Quran, iman seseorang akan bertambah dan terus bertambah, dan tidak akan luntur apa yang telah ia yakini, hingga berkuranglah keraguan-keraguan yang ada dalam jiwanya. Tidak ada satu pun penyembuh hati selain al-Quran, karena sebesar-besarnya penyakit hati adalah kekafiran dan kemunafikan serta jauh dari jalan Alloh. Dan tiada penawar atas penyakit-penyakit tersebut kecuali al-Quran.Alim Rabbany syaikh Ahmad bin Abdul-Ahmad as-Sarhindy berkata: "Sesungguhnya di dalam bulan ini (puasa) ada kaitan yang sangat erat dengan al-Quran, dimana pada bulan tersebut al-Quran di turunkan, di dalam bulan tersebut juga dipenuhi segala kebajikan dan berkah dari Alloh s.w.t. Setiap kebajikan dan keberkahan yang diterima oleh umat manusia selama setahun penuh, tidak lain hanyalah setetes dari lautan rahmat Allah selama satu bulan ini. Maka sangat beruntunglah mereka yang menyambut dan menghidupkan bulan tersebut dengan melakukan amal soleh dan beribadah, dan merugilah mereka yang tidak meramaikan bulan tersebut dengan beribadah, yaitu mereka yang berpaling dari keberkahan dan kebaikan."Dengan demikian, Ramadhan merupakan pesta ibadah, blantika tilawah bagi ummat Islam. Ia ibarat musim semi orang-orang yang mulia dan bertaqwa, hari raya bagi hamba-hamba yang shalih, diramaikan dengan mendirikan ajaran-ajaran agama, kebeningan hati dalam ibadah dan berlomba-lomba dalam kabaikan. Seluruh ummat muslim dari segala penjuru dunia serentak berbondong-bondong menyambut kedatangan bulan suci tersebut dengan menghidupkan suasana yang penuh rahmat dan barokah. Alloh telah menganugerahkan rahmat dan pertolongan-Nya kepada hambanya yang beramal soleh, mereka yang tidak segan-segan melaksanakan ajaran-ajaran Allah dan selalu asyik tanpa rasa jemu dalam mengamalkan perintah-Nya. Hati mereka selalu bergantung kepada Allah dan setiap hembusan nafas mereka terarah kepada kebaikan.
2.Menahan hawa nafsu dan kesenangan duniawi.

Yaitu dengan mengurangi makan ketika berbuka serta tidak berlebih-lebihan. Dalam sebuah hadist dikatakan "Tidak ada perkara yang lebih buruk dari pada memenuhi isi perut dengan makanan secara berlebihan". Ruh puasa terletak pada memeperlemah syahwat, mengurangi keinginan dan mengekang nafsu.Dari Sahal bin Sa'ad r.a Rasulullah s.a.w. bersabda:" Sesungguhnya di surga ada salah satu pintu yang dinamakan Rayyan: masuk dari pintu tersebut ahli puasa di hari kiamat, tidak ada yang masuk dari pintu itu selain ahli puasa, lalu diserukan "Manakah para ahli puasa?", maka berdirilah para ahli puasa dan tak ada seorangpun yang masuk dari pintu itu kecuali mereka yang tergolong para ahli puasa, dan apabila mereka sudah masuk, maka pintu sorga tersebut segera ditutup, dan tak ada satu pun yang diperbolehkan masuk setelah mereka". (Bukhari Muslim).

3.Berdo'a ketika berbuka puasa.

Abu Hurairah r.a berkata: bersabda Rasulullah s.a.w: Ada tiga golongan yang tidak akan ditolak do'anya, mereka itu adalah: orang puasa ketika berbuka, doa pemimpin yang adil dan doa orang yang teraniaya". Untuk itu, hendakanya kita sekalian tidak melupakan saudara-saudara kita yang menderita di Palestina, Afghanistan, Kashmir dan Chechnia dan belahan bumi lainnya dalam doa kita. Betapa banyak do'a yang ihlas dan tulus, lebih berguna dibanding ribuan anak panah.
......

Sumber
http://www.pesantrenvirtual.com/ramadhan/1423-003.shtml

Sabtu, 07 Agustus 2010

ZIARAH KUBUR


I. ARTI ZIARAH KUBUR

Kata-kata ziarah menurut arti bahasanya adalah menengok. Ziarah kubur artinya menengok kubur. Ziarah ke makam orang tua artinya menengok kemakam orang tua, ziarah ke makam wali artinya menengok ke makam wali, ziarah ke makam pahlawan artinya menengok ke makam pahlawan.Menurut Syariat Islam, ziarah kubur itu bukan hanya sekedar menengok kubur, bukan sekedar menengok kemakam orang tua, bukan sekedar menengok makam wali, bukan hanya sekedar menengok makam pahlawan, bukan pula untuk sekedar tahu dan mengerti dimana seseorang dikuburkan, atau bukan hanya sekedar mengetahui keadaan kubur atau makam, akan tetapi kedatangan seseorang ke kubur atau ke makam dengan maksud untuk berziarah adalah mendo’akan kepada yang dikubur atau yang dimakamkan dan mengirim do’a untuknya sesuai tuntunan Nabi SAW.


II. SUNNAHNYA ZIARAH KUBUR

Ziarah kubur merupakan amalan yang disyariatkan dalam agama ini. Ini bertujuan agar orang yang melakukannya bisa mengambil pelajaran dari kematian yang telah mendatangi penghuni kubur dan dalam rangka mengingat negeri akhirat. Tentunya disertai syarat, orang yang melakukannya tidak melakukan perbuatan yang dimurkai Allah Subhanahu wa Ta'ala.Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :“Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian. Karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat. Dan hendaklah berziarah itu menambah kebaikan buat kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah silakan berziarah dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil (hujran).” (HR. Muslim, Abu Dawud, Al Baihaqi, An Nasa’i, dan Ahmad)Imam Nawawi rahimahullah berkata dalam Al Majmu 5/310 : “Hujran artinya ucapan yang bathil. Larangan pertama (untuk ziarah kubur) karena masih barunya mereka meninggalkan kejahiliyahan dan mungkin karena mereka suka mengatakan ucapan jahiliyah. Maka ketika telah kokoh dasar-dasar Islam, kuat hukum-hukumnya, dan menyebar tanda-tandanya, dibolehkan berziarah bagi mereka.”“Tidak diragukan lagi bahwa apa yang dilakukan orang-orang awam dan selainnya ketika berziarah dengan berdoa kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan meminta kepada Allah swt melalui perantaraan mayit adalah ucapan bathil (hujran) yang paling besar. Maka wajib bagi ulama untuk menjelaskan hukum tentang itu. Juga menjelaskan cara ziarah yang sesuai dengan syariat kepada mereka dan tujuan ziarah itu.” Demikian ditegaskan oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah dalam Ahkamul Janaiz.Abu Sa’id Al Khudri mengabarkan bahwa Rasul SAW. bersabda : إِنِّي نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَزُوْرُوْهَا, فَإِنَّ فِيْهَا عِبْرَةً, وَلاَ تَقُوْلُوا مَا يُسْخِطُ الرَّبُّ“Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur sekarang berziarahlah, Karena dalam ziarah kubur ada ibrah/pelajaran, namun kalian jangan mengucapkan sesuatu yang bias membuat Rabb kalian murka”(HR. Ahmad 3/38, 63, 66, Al-Hakim 1/374,375)Imam Shan’ani rahimahullah menyatakan dalam Subulus Salam 2/162 setelah menyebutkan hadits-hadits tentang ziarah dan hikmahnya : “Semuanya menunjukkan disyariatkannya ziarah kubur dan menerangkan hikmahnya yaitu untuk mengambil pelajaran dan jika kosong dari hal ini (maka) tidak terpenuhi tujuan syariat.”


III. TUJUAN ZIARAH KUBUR

Di dalam Ahkamul Janaiz, ziarah kubur memiliki dua tujuan, yaitu :

1. Peziarah mengambil manfaat dengan mengingat mati dan orang yang mati, sedangkan tempat mereka ke surga atau ke neraka.فَزُوْرُوْا الْقُبُوْرَ, فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ“Ziarahilah kuburan karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan kepada kematian.” (HR. Muslim no. 2257)

2. Peziarah selalu dimotivasi untuk beramal shaleh.لِتُذَكِّرَكُمْ زِيَارَتُهَا خَيْرًا“Agar ziarah kubur itu mengingatkan kalian kepada kebaikan."(HR. Imam Ahmad 5/355)

3. Si mayit yang muslim mendapat kebaikan dengan perbuatan baik dan salam untuknya serta mendapat doa permohonan ampunan.


IV. Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita

Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang bolehnya ziarah kubur bagi laki-laki. Namun berbeda halnya bila berkenaan dengan wanita. Ada beberapa pendapat, yaitu :

Pertama: Makruh tidak haram. Demikian satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad. Mayoritas pengikut madzhab Syafi’iyyah dan sebagian madzhab Hanafiyyah berpendapat seperti ini dengan dalil hadits Ummu ‘Athiyyah ra. yaitu :كُنَّا نُنْهى (وَفِي رِوَايَةٍ: نَهَانَا رَسُوْلُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ, وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا “Kami dilarang (dalam satu riwayat: Rasulullah SAW melarang kami) untuk mengikuti jenazah, namun tidak ditekankan (larangan tersebut) terhadap kami.”

Kedua: Haram. Demikian pendapat sebagian pengikut madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanafiyyah, serta pendapat ketiga dari Al-Imam Ahmad, dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnul Qayyim, dengan dalil berikut :

1. Abu Hurairah ra berkata:أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُوْرِ“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat wanita-wanita yang banyak berziarah ke kuburan.” (HR. Ahmad 2/337, At-Tirmidzi no. 1056, Ibnu Majah no. 1576. Dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani)Ada hadits lain yang datang tidak dalam bentuk mubalaghah yaitu hadits Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata:لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَائِرَاتِ الْقُبُوْرِ....“Sesungguhnya Rasulullah SAW melaknat wanita-wanita yang berziarah ke kuburan.” (HR. An Nasa`i no. 2043, sanad hadits ini dha’if menurut Al Albani)

2. Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash ra berkata: “Kami mengubur mayat bersama Rasulullah SAW. Setelah selesai, Rasulullah kembali pulang dan kami pun pulang bersama beliau. Ketika beliau bersisian dengan pintu rumahnya, beliau berdiri. Tiba-tiba kami melihat ada seorang wanita yang datang dan ternyata dia adalah Fathimah putri Rasulullah SAW. Beliau bertanya:مَا أَخْرَجَكِ مِنْ بَيْتِكِ يَا فَاطِمَةُ؟قَالَتْ: أَتَيْتُ أَهْلَ هَذَا الْبَيْتِ, فَتَرَحَّمْتُ إِلَيْهِمْ وَعَزَّيْتُهُمْ بِمَيِّتِهِمْ. قَال: لَعَلَّكِ بَلَغْتِ مَعَهُم الْكُدَى!قَالت: مَعَاذَ اللهِ أَنْ أَكُوْنَ بَلَغْتُهَا, وَقَدْ سَمِعْتُكَ تَذْكُرُ فِي ذلِكَ مَا تَذْكُرُ! فَقَال لَها: لَوْ بَلَغْتِهَا مَعَهُم مَا رَأَيْتِ الْجَنَّةَ حَتّى يَرَاهَا جَدُّ أَبِيْكِ!“Apa yang membuatmu keluar dari rumahmu, wahai Fathimah?”“Ya Rasulullah, aku mendatangi keluarga orang yang meninggal di rumah itu untuk mendoakan rahmat bagi mereka dan menghibur mereka (berta’ziyah),” jawab Fathimah.“Mungkin engkau sampai ke kuburan bersama mereka,” kata Rasulullah.“Aku berlindung kepada Allah dari melakukan hal itu. Sungguh aku telah mendengar apa yang engkau sabdakan dalam masalah itu,” jawab Fathimah.“Seandainya engkau sampai mendatangi kuburan bersama mereka, niscaya engkau tidak akan melihat surga sampai surga itu bisa dilihat oleh kakek ayahmu,” sabda Nabi SAW. (HR. An-Nasa`i no. 1880, kitab Al-Jana`iz, bab An-Na’yu, namun hadits ini dhaif sebagaimana dalam Dha’if Sunan An-Nasa`i).

Ketiga: Mubah tidak makruh. Demikian pendapat mayoritas Hanafiyyah, Malikiyyah dan riwayat lain dari Imam Ahmad rahimahullahu, dengan dalil hadits Anas bin Malik ra. :مَرَّ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِامْرَأَةٍ تَبْكِي عِنْدَ قَبْرٍ, فَقَالَ: اتَّقِي اللهَ وَاصْبِرِيْ. قَالَتْ: إِلَيْكَ عَنِّيِ فَإِنَّكَ لَمْ تُصِبْ بِمُصِيْبَتِيْ. وَلَمْ تَعْرِفْهُ. فَقِيْلَ لَهَا: إِنَّهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. فَأَتَتِ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِيْنَ, فَقَالَتْ: لَمْ أَعْرِفْكَ. فَقَالَ: إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدَمَةِ الأُولَى“Nabi SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kubur, maka Nabi pun menasehati si wanita: ‘Bertakwalah engkau kepada Allah dan bersabarlah."Wanita itu menjawab dalam keadaan ia belum mengenali siapa yang menasehatinya: “Biarkan aku karena engkau tidak ditimpa musibah seperti musibahku (tidak merasakan musibah yang aku rasakan)”Dikatakanlah kepada si wanita: “yang menasehatimu adalah Nabi SAW.”Wanita itu (terkejut) bergegas mendatangi Nabi SAW dan tidak didapatinya penjaga pintu di sisi (pintu) Nabi SAW. “Aku tadi tidak mengenalmu”, katanya menyampaikan uzur.Nabi bersabda: “Hanyalah kesabaran itu pada goncangan yang pertama.”Tentang dibolehkannya hukum ziarah kubur antara wanita dan pria ini, Asy Syaikh Al Albani dalam Ahkamul Janaiz memberi beberapa alasan :Pertama, karena keumuman perintah Nabi SAW : “ … maka berziarahlah kalian ke kubur.” Berarti wanita juga termasuk di dalamnya. Penjelasannnya, Nabi SAW. tatkala melarang ziarah kubur pada awalnya tidak diragukan lagi bahwa larangan itu juga mencakup pria dan wanita sekaligus. Maka ketika beliau SAW bersabda : “Aku dulu melarang kalian berziarah ke kubur.” Dipahami bahwa yang dimaksudkan beliau adalah jenis pria dan wanita secara pasti. Dan beliau memberikan kabar kepada mereka tentang awal kejadian dengan melarang pria dan wanita. Jika demikian, maka pasti ucapan kedua (yakni pembolehan) juga mencakup jenis pria dan wanita. Dan yang menguatkan pendapat ini adalah lanjutan dari hadits tersebut yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yaitu : “Dulu aku melarang kalian tentang daging sembelihan yang lewat tiga hari maka peganglah apa-apa yang tampak pada kalian. Dulu aku juga melarang nabiz untuk diminum maka minumlah sekarang semuanya dan jangan meminum yang memabukkan.” Saya (Al Albani) katakan : Ucapan semua ini juga berlaku terhadap dua jenis (yakni pria dan wanita) secara pasti, sebagaimana ucapan pertama : “Dulu aku melarang kalian.” Jika ada yang berkata, ucapan dalam kalimat “sekarang berziarahlah” adalah khusus untuk pria maka akan rusak susunan bahasa dan keindahannya. Juga tidak pantas hal itu ditujukan kepada pemilik ucapan (Jawami’ul Kalim) yang singkat padat ini (Jawami’ul Kalim yakni Nabi SAW).Kedua, saling berserikatnya para wanita dengan pria dalam ‘illat (penyebabnya) yang karena itu disyariatkan ziarah kubur yaitu dalam riwayat : “Karena ziarah kubur bisa melunakkan hati, meneteskan air mata, dan mengingatkan kepada akhirat.”Ketiga, Nabi SAW membolehkan bagi wanita untuk berziarah ke kuburan. Dalam dua hadits yang dihapal oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah ra. disebutkan :Dari ‘Abdullah bin Abi Mulaikah ia berkata : Sesungguhnya ‘Aisyah pulang dari pekuburan pada suatu hari. Maka aku bertanya kepadanya : “Wahai Ummul Mukminin, darimanakah engkau?” Ia menjawab : “Dari kuburan ‘Abdurrahman bin Abi Bakar.” Maka aku katakan kepadanya : “Bukankah Rasulullah SAW melarang ziarah kubur?” Ia menjawab : “Benar, tapi kemudian beliau menyuruh berziarah ke kubur.” (HR. Hakim, Al Baihaqi, Ibnu ‘Abdil Barr, Ibnu Majah, dan Ibnu Abi Dunya. Al Albani menyatakan sanadnya shahih)Dari Muhammad bin Qais bin Makramah bin Al Muththalib, ia berkata pada suatu hari : Maukah kalian kuceritakan tentangku dan tentang ibuku? Maka kami mengira dia memaksudkan ibu yang melahirkannya. Dia berkata : ’Aisyah pernah berkata : “Maukah kalian aku ceritakan tentangku dan Rasulullah SAW?” Maka kami menjawab : “Tentu.” ‘Aisyah lalu berkata : Ketika pada malam giliranku, beliau SAW ada bersamaku. Beliau berbalik meletakkan selendang dan melepaskan dua sandalnya serta meletakkannya di bawah kakinya. Kemudian membentangkan ujung sarungnya di atas tempat tidur. Lalu berbaring. Tidak berapa lama setelah itu beliau mengira aku telah tidur. Maka beliau memakai selendang dan sandalnya secara pelan-pelan. Setelah itu beliau membuka pintu dan menutupnya kembali dengan pelan. Maka akupun melepas pakaian rumah dan memakai tutup kepala serta bertopeng dengan sarungku. Lalu pergi membuntuti beliau sampai tiba di Baqi’. Beliau tegak dengan lama di tempat itu dan mengangkat kedua tangannya tiga kali. Kemudian beliau berpaling (berbalik untuk kembali ke rumah), akupun berpaling. Beliau berjalan cepat, aku juga berjalan cepat. Beliau berlari, aku juga berlari. Hingga beliau akan sampai (ke rumah), aku juga demikian. Maka akupun mendahului beliau lalu masuk ke rumah dan berbaring. Kemudian beliau masuk dan berkata : “Ada apa denganmu, wahai ‘Aisyah? Seakan-akan isi perutmu terangkat karena berlari cepat?” Aku menjawab : “Tidak ada apa-apa wahai Rasulullah.” Beliau berkata : “Engkau katakan atau Allah yang akan menceritakan sebenarnya kepadaku.” Aku berkata : “Wahai Rasulullah, demi ayah dan ibuku.” Maka aku ceritakan kejadiannya. Beliau SAW berkata : “Berarti engkau benda hitam yang kulihat di depanku tadi?” Aku menjawab : “Benar.” Maka beliau memukul dadaku dengan pukulan yang menyakitkanku, lalu beliau bersabda : “Apakah engkau mengira Allah akan berbuat aniaya kepadamu dan Rasul-Nya juga berbuat demikian?” Aku berkata : “Bagaimanapun disembunyikan oleh manusia akan diketahui juga oleh Allah.” Beliau berkata : “Jibril mendatangiku kemudian memanggilku maka aku menjawabnya. Dan dia tidak mau masuk karena ada engkau karena engkau sudah melepas pakaianmu. Aku mengira engkau telah tidur dan aku tidak suka membangunkanmu. Aku khawatir engkau merasa tidak senang. Maka Jibril berkata : ‘Sesungguhnya Rabbmu menyuruhmu datang ke penghuni Baqi’ dan memohonkan ampun untuk mereka’.”Aku (‘Aisyah) berkata : “Apa yang harus aku ucapkan kepada mereka (penghuni kuburan) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab : “Katakanlah :Semoga keselamatan tercurah bagi para penghuni kuburan ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan orang yang belakangan dari kita. Dan kami Insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim, An Nasa’i, Abdurrazzaq, dan Ahmad)Hadits ini dijadikan dalil oleh Al Hafidh dalam At Talkhish 5/248 tentang bolehnya berziarah bagi wanita. Dan ini adalah dhahir hadits. Hadits ini menguatkan pendapat bahwasa rukhshah untuk berziarah kubur setelah sebelumnya dilarang juga mencakup para wanita. Dan kisah itu terjadi di Madinah karena Nabi SAW telah tinggal bersama ‘Aisyah. Sedangkan larangan ziarah kubur terjadi ketika masih di Makkah. Kita tetap menegaskan hal ini walau kita tidak tahu sejarah yang menguatkannya karena kesimpulan yang benar menguatkan hal tersebut yaitu ucapan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam : “Dulu aku melarang kalian.” Sabda Nabi ini tidak bisa dipahami bahwa larangan ziarah kubur ditetapkan di Madinah bukan di Makkah yang memang di sana kebanyakan yang disyariatkan adalah hukum-hukum yang berkaitan dengan tauhid dan akidah. Dan larangan ziarah ketika itu adalah untuk menutup pintu bahaya (saddudz dzari’ah) menuju kesyirikan dan jelas dicetuskan ketika periode Mekkah sebab para shahabat baru meninggalkan jahiliyah dan baru masuk Islam. Hingga ketika tauhid telah kokoh di dalam hati-hati mereka dan setelah mereka tahu jenis-jenis syirik yang mengakibatkan kerusakan tauhid maka setelah itu beliaupun membolehkan ziarah kubur. Adapun kalau beliau membiarkan mereka selama periode Makkah dalam kebiasaan mereka berziarah kemudian beliau melarang mereka untuk melakukan hal itu di Madinah maka ini jauh sekali dari hikmah syariat. Oleh karena itu kita menetapkan bahwa larangan tersebut dilontarkan ketika masih di Makkah. Jika demikian maka ijin beliau kepada ‘Aisyah untuk berziarah di Madinah adalah dalil yang jelas tentang apa yang kita sebutkan.Perhatikanlah, karena hal itu membuat sesuatu dalam hati. Dan saya (Al Albani) belum melihat ada yang mensyarah seperti ini. Jika saya benar itu dari Allah, jika salah dari diriku.Keempat, ucapan Nabi SAW kepada seorang wanita yang beliau lihat berada di sisi kuburan, dalam hadits Anas ra :Rasulullah SAW pernah melewati seorang wanita yang menangis di sisi kuburan maka beliau bersabda : “Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah … .” (HR. Bukhari dan lain-lain)Al Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Fathul Bari : “Sisi yang dijadikan argumen dari hadits ini adalah NAbi SAW tidak mengingkari duduknya wanita tersebut di sisi kuburan dan ucapan beliau adalah hujjah.”Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwasanya Jumhur Ulama berpendapat ‘boleh’ yakni ziarah kubur bagi wanita. Syaikh Mushthafa Al Adawi dalam Jami’ Ahkamin Nisa’ setelah membawakan alasan kedua belah pihak (yang melarang dan yang membolehkan ziarah kubur bagi wanita), maka beliau berkata : Kesimpulan dalam hal ini --dan ilmunya hanya pada Allah-- dan melihat dalil-dalil yang membolehkan dan melarang adalah kita berpendapat sebagai berikut :

Pertama : Hadits-hadits yang membolehkan lebih shahih daripada hadits-hadits yang melarang. Dan tidak ada hadits yang kuat dalam melarang kecuali hadits :“Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.”

Kedua : Telah diterangkan bahwa lafadh ‘zawwarat’ maknanya adalah wanita yang sering ziarah kubur, maka tidak termasuk di dalamnya wanita yang hanya berziarah sekali-kali.

Ketiga : Hadits “Semoga Allah melaknat wanita-wanita yang sering ziarah kubur.” Disebutkan oleh sebagian ulama bahwa hadits ini telah mansukh (dihapus) dengan hadits : “Dulu aku pernah melarang kalian berziarah ke kubur, sekarang berziarahlah, karena ziarah kubur akan mengingatkan kepada akhirat.” Dan wanita jelas juga butuh mengingat akhirat seperti pria.

Keempat : Apa yang dipahami oleh ‘Aisyah ra dan dia adalah Ummul Mu'minin yang menerangkan bahwa Rasulullah mengajarkan apa yang harus diucapkannya jika datang ke kuburan. ‘Aisyah sendiri juga berziarah ke kubur saudaranya. Semua ini menunjukkan bolehnya seorang wanita berziarah ke kubur dan ini menguatkan pendapat yang membolehkan itu. Wallahu A’lam. (Jami’ Ahkamin Nisa’ 1/580)Kesimpulannya, yang rajih (kuat) dari perselisihan yang ada, wallahu a’lam, adalah pendapat yang membolehkan ziarah kubur bagi wanita bahkan hukumnya mustahab sebagaimana laki-laki.


V. WANITA DILARANG UNTUK SERING BERZIARAH
Syaikh Al Albani menyebutkan : Akan tetapi tidak boleh bagi para wanita untuk sering berziarah kubur karena itu akan membawa kepada hal-hal yang melanggar syariat, seperti : Berteriak-teriak, tabarruj, menjadikan kubur sebagai tempat pertemuan, dan menyia-nyiakan waktu dengan ucapan-ucapan yang sia-sia. Insya Allah inilah yang dimaksud dalam hadits yang masyhur :Sebagian ulama berpendapat bahwa hadits yang melaknat wanita-wanita yang sering berziarah ke kubur ini ditujukan sebelum dibolehkannya wanita berziarah oleh Nabi SAW. Ketika ziarah kubur telah diperbolehkan maka hal itu berlaku umum, untuk pria dan wanita. Sebagian mereka (ulama) berkata bahwa beliau SAW memakruhkan wanita untuk berziarah karena kurangnya kesabaran mereka, menangis berlebihan dan sering berkeluh kesah. Setelah Syaikh Al Albani membahas tentang lafazh dan beliau berkata : “Dari takhrij hadits jelas bahwa yang lebih kuat adalah lafadh (yakni wanita yang sering ziarah)”Jika masalahnya demikian, lafadh ini (wanita yang sering ziarah) menunjukkan bahwa yang dilaknat hanyalah wanita yang sering ziarah, sedangkan wanita yang tidak sering ziarah tidak terkena laknat. Maka tidak boleh hadits yang khusus ini membantah hadits-hadits umum yang menunjukkan disunnahkannya ziarah kubur bagi wanita. Masing-masing dari hadits-hadits tersebut diamalkan pada tempatnya. Cara penjama’an (dikompromikan) ini lebih bagus daripada cara naskh (penghapusan salah satunya). Dengan cara ini beberapa ulama berpendapat :

1. Imam Qurthub berkata : “Laknat yang tersebut dalam hadits adalah bagi wanita yang sering berziarah karena bentuk katanya demikian. Mungkin sebab yang membawa ke sana adalah wanita itu akan menyia-nyiakan hak suami dan bertabaruj serta timbulnya suara jeritan dan sejenisnya. Ada yang berkata : ‘Jika telah aman semua itu, tidak ada halangan untuk mengijinkan mereka karena mengingat mati dibutuhkan oleh pria dan wanita’.”

2. Dalam Nailul Authar 4/95 Imam As Syaukani berkata : “Dan ini adalah ucapan yang pantas untuk dijadikan pegangan di dalam mengkompromikan hadits-hadits yang bertentangan dalam bab ini secara dhahirnya.” (Ahkamul Janaiz)
3. Syaikh Mushthafa Al Adawi berpendapat :

1). Jika diketahui kalau wanita mereka pergi ziarah kubur akan berteriak-teriak, meratap-ratap, dan melakukan bid’ah dan keharaman maka haram ketika itu bagi mereka untuk berziarah ke kubur. Menolak bahaya lebih didahulukan daripada mendapatkan kebaikan.

2). Jika diketahui kalau wanita mereka pergi ziarah kubur ke sebagian orang yang dianggap shalih dan wali Allah untuk memohon dihilangkan bahaya, menunaikan keperluan, dan menghilangkan kesusahan serta yang sejenisnya maka ini adalah syirik. Dan ketika itu diharamkan bagi para wanita untuk berziarah.

3). Jika para wanita pergi dengan tabarruj dan menggunakan parfum yang tercium oleh lawan jenis, maka juga haram bagi mereka untuk keluar ziarah.4. Jika para wanita mengkhususkan untuk berziarah ke kubur pada hari itu sebagaimana yang terjadi dengan mengkhususkan hari Jum’at dan hari-hari besar atau sejenisnya maka ini termasuk bid’ah yang Allah tidak menurunkan keterangan atasnya. Semoga Allah memberikan bimbingan untuk kita dalam mengikuti Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW. (Jami’ Ahkamin Nisa’ )

Dari keterangan-keterangan di atas jelas bagi kita bahwa dibolehkan bagi para wanita untuk ziarah kubur dengan adab-adab sebagai berikut :

1. Tidak terlalu sering.

2. Tidak bertabarruj.

3. Tidak mengeluarkan kata-kata yang salah, seperti meratap, menjerit-jerit, terlebih lagi melakukan kesyirikan seperti meminta kepada si mayit, beristighatsah kepadanya, dan lain-lain.

4. Menunaikan adab sebagai wanita muslimah dalam keluar rumah.

5. Mengambil pelajaran dan untuk mengingat akhirat. Dibolehkan juga bagi wanita berziarah ke kuburan keluarganya yang kafir hanya untuk mengambil pelajaran dengan dalil :Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW berziarah ke kubur ibunya, Kemudian beliau menangis dan tangisan itu membuat orang di sekitarnya ikut menangis. Beliau berkata : “Aku memohon ijin kepada Allah untuk memohonkan ampunan bagi ibuku tapi Allah menolaknya. Dan aku meminta ijin untuk menziarahi kuburnya maka diijinkan. Berziarahlah kalian ke kubur karena itu akan mengingatkan kepada mati.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Majah)

6. Tidak melakukan bid’ah-bid’ah seperti :

1). Meletakkan tangan seperti orang shalat kemudian duduk tegak di depan kubur.

2). Membaca surat-surat tertentu sebagai hadiah untuk si mayit.

3). Bertahlil ketika melewati kubur.

4). Menghadiahkan pahala kepada si mayit.

5). Tayamum untuk berziarah

6). Berziarah dengan dikhususkan hari-harinya

7). Kirim salam kepada Nabi SAW melalui orang yang berziarah ke kubur beliau.

8). Jika menziarahi kuburan orang kafir jangan mengucapkan salam tapi memberikan kabar dengan neraka kepadanya sesuai sabda Nabi SAW :“Di mana saja engkau melewati kuburan orang kafir berikan kabar gembira dengan neraka kepadanya.” (Lihat As Shahihah : 18)

8). Tidak berjalan di antara kuburan Muslim dengan memakai sandal berdasarkan hadits Basyir bin Khushashiyah yaitu ketika Nabi SAW melihat ada yang memakai sandal, beliau bersabda :“Wahai yang memakai sandal dari kulit lemparkanlah keduanya!” Maka orang itu melihat, ketika dia tahu bahwa itu adalah Rasulullah SAW dia lepaskan sandalnya dan melemparkan keduanya. (HR. Ashhabus Sunan)Al Hafidh berkata dalam Fathul Bari 3/160 : “Hadits ini menunjukkan makruhnya berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal. Ibnu Hazm telah melakukan keganjilan dengan menyatakan diharamkan berjalan di antara kuburan dengan memakai sandal kulit, adapun yang selain itu boleh! Ini adalah kedangkalan berfikir (jumud) yang parah.” (Ahkamul Janaiz halaman)


VI. Hal-hal yang Haram Dilakukan di Kubur

Dari Jabir r.a. berkata, Rasulullah saw. telah melarang mengapur kuburuan, duduk-duduk diatasnya, mendirikan bangunan diatasnya, meninggikan makam melebihi tanah galian, dan menulis di atasnya.” (HR. Abu Daud, Sanadnya Shahih). Berdasarkan hadits di atas, hal yang diharamkan dilakukan area pekuburan diantaranya :

1. Meninggikan makam melebihi tanah galian.

2. Mengapur kuburan

3. Duduk-duduk di atas kuburan

4. Mendirikan bangunan di atasnya.

5. Menulis di atasnya

6. Menyembelih binatang ternak sebagai kurban. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW . "Tidak ada sesajen dalam Islam." Abdurrazaq bin Hamman menegaskan, “Dahulu di zaman jahiliyah, orang-orang gemar melakukan sesajen di kuburan dengan menyembelih sapi atau kambing." (Sanad Shahih: Ahkamul Janaiz hal. 203 dan ‘Aunul Ma’bud IX/42 no. 3206).

7. Shalat menghadap ke kuburan, berdasarkan hadits Nabi SAW., “Janganlah kamu shalat menghadap ke kuburan…” (HR.Muslim II:668 no:972, ‘Aunul Ma’bud IX/49 no. 3213, Tirmidzi II/257 no.1055, An Nasaa'i II/67)

8. Shalat di samping kuburan, walaupun tidak menghadap kepadanya. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seluruh bumi adalah tempat sujud (kepada Allah), kecuali kuburan dan kamar mandi.” (HR. Shahihul Jami’us Shaghir no. 2767, ‘Aunul Ma’bud II/58 no. 488, Tirmidzi I/199 no. 316)

9. Membangun masjid di atasnya. Dari Aisyah dan Abdullah bin Abbas ra, berkata, tatkala Rasulullah saw didatangi (malaikat maut), beliau menutupkan kain bergaris ke wajahnya. Bila beliau merasakan sesak nafasnya maka dibuka penutup wajahnya. Dan Rasulullah saw. bersabda, “Allah Ta’ala melaknat kaum Yahudi dan Nashrani yang telah menjadikan kuburan para nabinya sebagai masjid." Beliau mewanti-wanti (mengingatkan agar kita tidak melakukan) seperti yang mereka lakukan itu. (Muttafaqun ‘alaih, Fathul Baari VIII/140 no. 4444, Muslim I/377 no. 531, An Nasaa'i/ II:40).

10. Menjadikan kuburan sebagai lokasi perayaan yang didatangi/dikunjungi pada waktu-waktu tertentu atau musim-musim tertentu untuk beribadah di sisi kuburan atau sejenisnya.Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kamu menjadikan kuburankan sebagai arena perayaan dan jangan (pula) kamu menjadikan rumah-rumah kamu sebagai kuburan (yang tidak ada kegiatan ibadah), di mana saja kamu berada, maka bershalawatlah kepadaku, karena sesungguhnya shalawatmu pasti sampai kepadaku.” (HR. Shahihul Jami’us Shaghir no. 7226, dan ‘Aunul Ma’bud VI/31 no. 2026).

11. Mengadakan perjalanan khusus untuk ziarah, apalagi dalam rangka Ibadah, seperti yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. beliau bersabda, "Janganlah pelana dipasangkan pada binatang yang dikendalikan (untuk bepergian dalam rangka ibadah) kecuali (untuk pergi) ke tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjid Rasulullah saw., dan Masjidil Aqsha.” (Muttafaqun 'alaih : Fathul Baari III/63 no. 1189, Muslim II/1014 no. 1397, ‘Aunul Ma’bud VI/15 no. 2017, An Nasaa'i II/37).

12. Menyalakan lampu di atas kuburan. Hal ini termasuk bid’ah, yang tidak dicontohkan para salafus shalih. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap bid’ah adalah sesat dan kesesatan di neraka (tempatnya).” (HR.Muslim II/592 no:467 dan Nasa’I III:188). Di samping itu, dalam perbuatan ini (menyalakan lampu di kuburan) terdapat sikap menyia-nyiakan harta, padahal hal itu dilarang secara tegas oleh nash syar’i. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci kalian lakukan tiga hal : menyebarkan isu, menyia-nyiakan harta, dan (ketiga) terlalu banyak bertanya.” (HR. Muslim III/1340 no. 1715). 13. Memecah (mematahkan) tulang jenazah sesuai hadits Nabi saw., "Sesungguhnya memecahkan tulang mayat orang mukmin seperti memecahkan tulang orang mukmin ketika hidup.” (Shahihul Jami’us Shaghir no. 2143, ‘Aunul Ma’bud IX/24 no. 3191, Ibnu Majah I/516 no. 1616).

VII. DOA SAAT ZIARAH KUBUR

Ada beberapa doa yang shahih yang dicontohkan Nabi SAW. untuk diucapkan ketika berziarah ke kubur, di antaranya :“Semoga keselamatan tercurah bagi kalian wahai penghuni tempat kaum Mukminin. Kami dan kalian serta apa yang dijanjikan besok adalah orang yang ditangguhkan. Dan kami insya Allah akan menyusul kalian. Ya Allah ampunilah penghuni kubur … .” (HR. Muslim)“Semoga keselamatan tercurah kepada penghuni kubur ini dari kalangan Mukminin dan Muslimin dan semoga Allah merahmati orang yang telah duluan dari kami dan yang belakangan dan kami insya Allah akan menyusul kalian.” (HR. Muslim)


VIII. MAROJI

1. Ahkamul Jana`iz wa Bida’uha, Asy-Syaikh Al-Albani

2. Al-Iqna’ fi Masa`ilil Ijma’, Ibnul Qaththan

3. Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Alu Fauzan

4. Al Mustadrak, Imam Hakim

5. Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz ,'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Edisi Bahasa Indonesia Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, Penerjemah Ma'ruf Abdul Jalil, Pustaka As-Sunnah.

6. Fathul Bari

7. Musnad Imam Ahmad bin Hambal

8. Nailul Authar

9. Shahih Muslim, Imam Muslim

10. Shahih Bukhari, Imam Bukhari

11. Shahih Sunan At-Tirmidzi, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani

12. Shahih Sunan Ibnu Majah, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani

13. Shahih Sunan An-Nasa`i, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani

14. Silsilah Al-Ahadits Adh-Dha’ifah, Asy-Syaikh Nashiruddin Al-Albani

15. Subulus Salam

16. Tahdzibus Sunan, Ibnu Qayyim Al Jauziyyah


Oleh : Ustadz Suherman, S. Ag.

Cari Blog Ini