Senin, 24 Agustus 2009

RISALAH PUASA



-->
Dari Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan keberkahan, AIlah mengunjungimu pada bulan ini dengan menurunkan rahmat, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan do'a. Allah melihat berlomba-lombanya amu pada bulan ini dan membanggakanmu kepada para malaikat-Nya, maka unjukkanlah kepada Allah hal-hal yang baik dari dirimu. Karena orang yang sengsara ialah yang tidak mendapatkan rahmat Allah di bulan ini. " (HR.Ath Thabrani)

Dari Abu Hurairah ra., Adalah Rasulullah SAW memberi khabar gembira kepada para sahabatnya dengan bersabda, "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kepadamu puasa didalamnya; pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan para setan diikat, juga terdapat pada bulan ini malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa tidak memperoleh kebaikannya maka dia tidak memperoleh apa-apa'." (HR. Ahmad dan An Nasaa'i)

Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Umatku pada bulan Ramadhan diberi lima keutamaan yang tidak diberikan kepada umat sebelumnya, yaitu: bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi, para malaikat memohonkan ampunan bagi mereka sampai mereka berbuka, Allah Azza Wa Jalla setiap hari menghiasi syurga-Nya lalu berfirman (kepada syurga), “Hampir tiba saatnya para hamba-Ku yang shalih dibebaskan dari beban dan derita serta mereka menuju kepadamu”, pada bulan ini para jin yang jahat diikat sehingga mereka tidak bebas bergerak seperti pada bulan lainnya, dan diberikan kepada ummatku ampunan pada akhir malam. "Beliau ditanya, “Ya Rasulullah apakah malam itu Lailatul Qadar?” Jawab beliau, 'Tidak. Namun orang yang beramal tentu diberi balasannya jika menyelesaikan amalnya." (HR. Ahmad, Isnadnya Dhaif)

I.DEFINISI PUASA

Puasa adalah salah satu pilar rukun Islam, khususnya puasa di bulan ramadhan yang merupakan puasa wajib, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al Baqarah : 183

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Secara bahasa, puasa atau shaum bermakna “imsak” atau menahan diri. Sedangkan definisi secara Syari’ah bermakna “menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dari mulai fajar menyingsing hingga matahari terbenam.

Masuknya waktu puasa ramadhan ditentukan dengan tiga perkara :

1. Ru’yah hilal (melihat bulan sabit).
2. Persaksian atau kabar tentang ru’yah hilal.
3. Menyempurnakan bilangan hari bulan Sya’ban.

Hal tersebut didasarkan pada hadits-hadits berikut ini :

1. Dari Abu Hurairah ra. ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya (hilal bulan Syawal). Jika kalian terhalang awan, maka sempurnakanlah sya’ban tiga puluh hari.” (HR. Bukhari Muslim)

2. Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw. bersabda : “Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa satu atau dua hari kecuali seseorang diantara kalian yang biasa berpuasa padanya. Dan janganlah kalian berpuasa sampai melihatnya (hilal Syawal). Jika ia (hilal) terhalang awan, maka sempurnakanlah bilangan tiga puluh hari kemudian berbukalah (Idul Fithri) dan satu bulan itu 29 hari.” (HR. Abu Dawud, An Nasaa’i, At Tirmidzi, dan Al-Hakim)

3. Dari ‘Adi bin Hatim ra. Rasulullah saw. bersabda : “Apabila datang bulan Ramadhan, maka berpuasalah 30 hari kecuali sebelum itu kalian melihat hilal.” (HR. At Thahawi, Ahmad dan Ath Thabrani)

4. Rasulullah saw. bersabda : “Puasalah karena melihatnya (hilal) dan berbukalah karena melihatnya. Jika awan menghalangi kalian sempurnakanlah tiga puluh hari. Jika dua orang saksi mempersaksikan (ru’yat hilal) maka berpuasalah dan berbukalah kalian karenanya.” (HR. An Nasaa’i, Ahmad, dan Ad Daruquthni, dari Abdurrahman bin Zaid bin Al Khattab dari sahabat-sahabat Rasulullah saw). Sanadnya Hasan. Demikian menurut Syaikh Salim Al-Hilali serta Syaikh Ali Hasan dalam Shifatus Shaum Nabi saw.

Tentang persaksian atau kabar dari seseorang dengan syarat pembawa berita adalah Muslim yang adil, sebagaimana tertera dalam riwayat Ahmad dan Daraquthni. Sama saja saksinya dua atau satu sebagaimana telah dinyatakan oleh Ibnu Umar ra. ketika beliau berkata : “Manusia sedang melihat-lihat (munculnya) hilal. Aku beritahukan kepada Nabi saw. bahwa aku melihatnya. Maka Beliau saw. berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa.” (HR. Abu Dawud, Ad Darimi, Ibnu Hibban, Al Hakim dan Al Baihaqi).


II.KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

Allah swt berfirman dalam QS. Al Baqarah : 185

(beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Keistimewaan ramadhan diantaranya :

1. Bulan Al Qur’an
Ramadhan sering disebut dengan Syahrul Qur'an (Bulan Al-Qur'an), karena awal diturunkannya Al-Qur'an adalah pada bulan ramadhan. Dengan menjadikan Al-Qur'an sebagai minhajul hayat/pedoman hidup maka manusia akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Al Qur’an akan membimbing kita untuk memilih dan memilah perkara hak dan bathil, halal dan haram, serta benar dan salah. Itulah makna firman Allah swt. dalam ayat di atas.

2. Dibukanya Pintu Syurga dan Ditutupnya Pintu Neraka
Ramadhan memberi kita peluang yang lebih besar untuk mendapatkan syurga Allah swt. Tapi tentu hal ini bukan sesuatu yang otomatis kita dapatkan bersamaan dengan datangna Ramadhan, tapi syurga Allah swt bisa kita raih manakala ramadhan ini maksimalkan untuk lebih banyak beramal shaleh dan menjauhi segala hal yang tidak bermanfaat dengan harapan hal ini akan berlanjut terus pasca ramadhan. Rasulullah saw bersabda "Jika tiba bulan Ramadhan, maka dibuka pintu-pintu syurga dan ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu semua syaitan". (HR. Bukhari Muslim).

3. Dibelenggunya Syetan
Makna bahwa syetan dibelenggu berdasarkan hadits di atas adalah karena ramadhan menjadi bulan paling kondusif untuk beramal shaleh dan mempersempit kemaksiatan yang dihembuskan syetan

4. Dosa-dosa Diampuni
Bulan Ramadhan juga memberi keistimewaan tersendiri karena Allah mengampuni hamba-hamba-Nya yang mampu memaksimalkan ramadhan dengan sebaik-baik amal. Banyak hadits yang menerangkan tentang hgal ini, diantaranya :

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda "Barangsiapa yang berpuasa di bulan ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu." (HR Bukhori dan Muslim). Makna: " Penuh iman dan Ihtisab" adalah mengimani wajibnya puasa, mengharapkan pahalanya, hatinya gembira dengan kedatangnnya dan tidak membencinya serta tidak merasa berat beramal di bulan ramadhan.

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. Bersabda "Shalat yang lima waktu, dari jum'at ke jum'at, dari ramadhan ke ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi diantara rentang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar". (HR. Muslim)

Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah saw. pernah naik mimbar kemudian berkata, "Amin, Amin, Amin". Ditanyakan kepada beliau saw, "Ya Rasulullah, Engkau naik mimbar kemudian mengucapkan : Amin, Amin, Amin ?”. Nabi saw. Bersabda, "Sesungguhnya Jibril as. datang kepadaku dia berkata "Barangsiapa yang mendapati bulan ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan: "Amin", maka akupun mengucapkan “Amin”. (HR Ibnu Khuzaimah {3/192}, Ahmad {2/246, 254} dan Al Baihaqi {4/204})

5. Sebagai Perisai
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Ibnu Majah, Rasulullah saw menyatakan bahwa puasa itu adalah benteng. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam diri manusia terdapat peperangan antara hak dan bathil, maka diperlukan benteng untuk menjaga agar jiwa selalu istiqomah dalam jalan yang hak, dan puasa menjadi salah satu dari benteng yang mengawal hal tersebut.
.
6. Dikabulkannya Do'a dan Dibebaskan dari Api Neraka
Rasulullah saw. bersabda "Allah swt. memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam bulan ramadhan, dan setiap muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya." {HR Bazzar (3142), Ahmad (2/254) Ibnu Majah (16430}

7. Digolongkan Sebagai shiddiqin dan syuhada.
Dari Amr bin Murrah Al-Juhani ra. Berkata, “Datang seorang pria yang datang kepada Nabi saw. kemudian berkata : "Ya Rasulullah, Apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak untuk diibadahi kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku ? Beliau saw menjawab : "Termasuk dari shiddiqin dan syuhada". (HR Ibnu Hibban)

Itulah beberapa keistimewaan dan fadhilah bulan ramadhan. Semoga hal ini akan makin memotivasi kita untuk mengisinya dengan amal-amal shaleh terbaik.


III.HIKMAH DAN MANFAAT PUASA

Beberapa hikmah dan manfaat puasa, menurut Ustadz Cahyadi Takariawan dalam buku Tarbiyah Ruhiah, diantaranya :

1.Mensucikan jiwa
Karena hakikat puasa adalah menahan diri untuk tidak melakukan kemaksiatan, dosa dan perbuatan sia-sia, maka saat seseorang berpuasa karena Alloh, menahan diri dari segala kenikmatan syahwati seperti makan, minum, berjima dan lainnya, maka saat itu pula seseorang mampu mengendalikan diri atas nafsunya karena biasanya penyakit hati dan kekotoran jiwa muncul saat kendali itu hilang. Bahkan saat dia sendiri, karena sedang berpuasa, kendali itu akan tetap menjaganya sehingga pahala puasa hanya Allah swt saja yang akan memberikan ganjarannya, seabagaimana hadits Nabi saw :
…dia tidak makan, tidak minum, dan tidak berhubungan dengan istrinya karena-Ku. Puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberinya pahala. (HR. Bukhari)

2.Mengangkat unsur ruhani di atas unsur materi
Manusia diciptakan oleh Allah swt dengan 2 unsur utama yaitu unsur materi berupa tanah dan unsur non materi berupa ruh. Unsur materi mengajak kepada kecenderungan duniawi dan sebaliknya unsur non materi mengajak kepada kecenderungan “langit”. Puasa mampu menjadikan unsur ruhani mendominasi atas unsur materi karena kendali dirinya muncul dan senantiasa merasa bersama Allah Azza Wa Jalla. Orang seperti ini akan merasakan kerinduan bertemu dengan Allah swt karena mampu merasakan kenikmatan hidup yang tidak terseret kecenderungan duniawi. Karena itulah Rasul saw bersabda :
Orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan, (yaitu) ketika berbuka ia berbahagia dengan berbukanya itu, (dan) ketika bertemu dengan Rabbnya, ia berbahagia dengan puasanya itu (HR. Bukhari Muslim)

3.Mendidik kemauan untuk beramal dalam ketaatan
Allah swt memberi nikmat yang agung kepada manusia terutama nikmat kemampuan intelektual dan kepekaaan jiwa. Namun banyak manusia tidak menyadari atau malah mengabaikan nikmat ini sehingga jiwanya menjadi jiwa yang malas dan lemah. Puasa mampu memberi pelajaran bahwa suatu amal yang berat (yaitu menahan diri dari kecenderungan syahwati) mampu dijalani jika punya kemauan, motivasi yang diiringi tawakkal, sebagaimana firman Allah swt dalam QS.Ali Imran : 159

"Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya"

4.Menekan gejolak nafsu seksual
Salah satu di antara senjata syetan dalm menjerumuskan manusia adalah melalui nafsu seksual. Berbagai permasalahan moral saat ini tidak bisa dilepaskan dari nafsu seksual ini. Puasa mampu menjadi benteng untuk melawan gejolak nafsu seksual dengan mereduksi kecenderungan syahwat kepada lawan jenis. Bahkan Rasul saw memerintahkan kepada para pemuda yang belum menikah untuk mengendalikan nafsu syahwatinya dengan berpuasa sebagaimana sabdanya :
Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mampu nikah maka menikahlah. Sesungguhnya ia lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Sedangkan barangsiapa belum mampu (menikah) maka berpuasalah, karena sesungguhnya puasa itu “pengendali” baginya .
(HR. Bukhari Muslim)

5.Menajamkan perasaan atas anugerah nikmat dari Allah swt
Kenikmatan baru terasa “nikmatnya” jika sudah menghilang. Setiap muslim bisa merasakan nikmat kenyang dan minum jika merasakan lapar dan haus. Puasa akan membuat kita senantiasa mensyukuri nikmat-nikmat dari Allah swt. Inilah yang diungkapkan Nabi saw dalam, sabdanya :
Rabbku pernah menawariku menjadikan kerikil di Makkah (menjadi) emas. Aku menjawab, “Tidak, Ya Rabb. Akan tetapi aku kenyang sehari dan lapar sehari. Apabila aku lapar, aku merendah sembari berdzikir kepada-Mu, dan apabila aku kenyang, aku memuji-Mu dan bersyukur kepada-Mu.” (HR. Ahmad dan At Tirmidzi dari Abu Umamah)

6.Mempersiapkan manusia menjadi orang yang bertaqwa
Imam Ibnu Qayyim menyatakan, “Puasa memiliki pengaruh yang menkjubkan dalam memelihara fisik, kekuatan batin dan mencegah bercampurnya berbagai makanan yang m,erusak kesxehatan. Puasa memelihara kesehatan hati dan anggota badan, serta mengembalikan lagi hal-hal yang telah dirampas oleh kekotoranm syahwat. UIa adalah sebesar-besar pertolongan untuk membangun taqwa, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al Baqarah : 183

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa"


IV. AMALAN SELAMA BULAN RAMADHAN

Agar kita mampu menikmati keagungan dan keberkahan ramadhan, serta mampu merasakan hikmah dan manfaat puasa, maka ada beberapa amal yang dicontohkan Nabi saw selama bulan ramadhan. Beberapa diantaranya yaitu :

1. Berpuasa
Rasulullah saw. telah bersabda, artinya: "Setiap amal baik manusia akan dibalas sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat." Allah swt. Berfirman : "(kecuali puasa), amal ibadah ini khusus untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya, karena ia telah meninggalkan syahwat makan dan minumnya karena Aku." Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika menemui Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada aroma kesturi." (HR Bukhari dan Muslim)

Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar kita mendapatkan keberkahan dari puasa yang kita jalani, yaitu dengan melaksakan sunnah Nabi yang terkait dengan hal ini, yaitu :

- Mendahulukan berbuka
“Selalu manusia itu berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”(HR. Bukhari Muslim).

- Sebelum berbuka membaca doa yang dicontohkan Nabi saw yaitu “Dzahabadh dhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru, insya Allah”, yang artinya “Telah hilang dahaga dan urat-urat telah basah serta pahala akan tetap, Insya Allah.” (HR. Abu Dawud dalam Hisnul Muslim : 168, Shahihul Jami’ : 4/209)

- Berbuka dengan kurma atau air.
Kebiasaan Rasulullah saw., beliau berbuka dengan kurma segar. Jika tak ada, maka dengan kurma kering. Bila itupun tak ada maka dengan beberapa teguk air. (HR. Ath Thabrani)

- Mengakhirkan sahur
“Perbedaan antara puasa kami dan puasa ahli kitab yaitu makan sahur.” (HR. Muslim : 1096).
“Bersahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat barakah.” (HR. Muslim : 1095).
“Kami sahur bersama Rasulullah saw., kemudian kami bangkit untuk shalat. Aku katakan kepadanya : ‘Berapa lama antara keduanya?’ Ia menjawab, “(kira-kira orang membaca) lima puluh ayat.” (HR. Muslim : 1097)

- Tidak boros dalam makan dan minum
Berlebih-lebihan adalah perbuatan syetan, bahkan sesungguhnya hakikat puasa adalah justru melatih hidup secukupnya dengan sederhana. Janganlah ketika ramadhan malah bertambahnya anggaran belanja sehingga kemudian menjadi beban dalam mencari nafkah.

2. Qiyamullail
Qiyamullail pada bulan ramadhan biasanya disebut dengan tarawih. Walau hukumnya sunat tapi Rasul saw tidak pernah meninggalkannya. Boleh dilakukan dengan berjama'ah berdasar hadits "Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk. " (HR. Ashhabus Sunan, sanad shahih). Rasul saw. juga bersabda, "Barang siapa shalat malam di bulan ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu." (HR.Bukhari dan Muslim).

3. Bersedekah
Rasulullah saw. adalah orang yang sangat dermawan, terutama bulan ramadhan. Beliau saw pernah bersabda: "Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan." (HR At Tirmidzi). Bentuk sedekah dibulan suci ini ialah dengan memberi makan kepada sesama muslim terutama sekali kepada para fakir miskin dan lebih khusus bagi mereka yang taat dalam beragama. Disebutkan bahwa Abdullah Ibnu Umar ra tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan fakir miskin. Cara lain bersedekah di bulan Ramadhan ialah dengan memberi buka puasa kepada orang-orang yang berpuasa mengundang mereka berbuka bersama dan lainnya. “Dan shadaqah itu bisa memadamkan kesalahan (dosa) sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi : 2616, At Tirmidzi : 2110)

4. Tilawah dan tadabur Al Qur'an
Selama ramadhan diupayakan memperbanyak tilawah Al-Qur'an agar lebih cepat dan lebih banyak menghatamkannya, dengan tetap harus memperhatikan kaidah tilawah yang benar. Memperbanyak bacaan Al Qur'an ketika bulan Ramadhan merupakan amalan Rasulullah saw, para shahabat dan para shalihin. Selain itu, tilawah juga diiringi dengan mentadaburinya agar memahami makna dari ayat-ayat yang kita baca sehingga merasakan keagungan Al Qur'an yang pada akhirnya menjadikan jiwa semakin bertaqwa. Nabi saw pernah mengomentari para ahli shuffah (kaum Muhajirin yang tinggal di Masjid Nabawi) yang menangis karena mentadaburi Al Qur'an surat An Najm : 59-60. Beliau saw. bersabda, "Tidak akan masuk neraka orang yang menangis karena takut kepada Allah." (HR Al Baihaqi).

5. Memperbanyak dzikir dan shalat sunnah
Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa shalat fajar dengan berjama'ah lalu duduk berdzikir (mengingat) Allah sampai terbit matahari, kemudian shalat dua raka'at maka baginya pahala seperti haji dan umrah yang sempurna, sempurna, sempurna." (HR. At Tirmidzi dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani). Jika amalan ini mendapat balasan begitu besar pada bulan-bulan biasa, apalagi pada saaat ramadhan.

6. Umrah di bulan Ramadhan
Rasulullah saw. bersabda, "Umrah di bulan Ramadhan menyamai (pahala) haji." dalam riwayat lain, "menyamai (pahala) haji bersamaku." (HR Bukhari Muslim).

7. Berusaha meraih lailatul Qadar
Keutamaan malam ini amat besar, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Al Qadr : 1-3

"Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan"

8. I'tikaf
I'tikaf sangat ditekankan pada sepuluh malam terakhir bulan ramadhan untuk mendapat lailatul qadar. Diriwayatkan bahwa Nabi saw. selalu melakukan i'tikaf pada setiap sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan, dan pada tahun kewafatannya beliau beri'tikaf duapuluh hari. (HR. Bukhari). Aisyah ra. Menceritakan, “Adalah Rasulullah saw., jika masuk malam-malam sepuluh yang terakhir dari bulan ramadhan, (beliau saw.) menghidupkan malam, membangunkan keluarganya dan mengencangkan ikat pinggangnya.” (HR. Bukhari Muslim)

9. Memperbanyak istighfar untuk memohon ampun kepada Allah swt
Allah swt berfirman, “Dan mintalah kalian ampunan kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Muzammil : 20). Begitu pula dalam QS. Huud : 3 “Dan hendaklah kalian meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya.” Rasulullah saw. Bersabda, “Wahai manusia bertaubatlah kepada Allah dan istighfarlah kepada-Nya, maka sungguh aku beristighfar seratus kali setiap hari.” (HR. Muslim : 2702)

10. Menjauhi perbuatan maksiat dan sia-sia
Banyak kaum muslimin terutama generasi muda yang mengisi bulan ramadhan dengan perbuatan sia-sia dan maksiat seperti sibuk main kartu, nonton TV, internet (chatting, facebook, twitter, dll) dengan niat sekadar menghabiskan waktu, membaca komik atau novel, nongkrong, window shopping di mall, menyalakan kembang api dan petasan untuk membangunkan sahur, game on line, serta perbuatan tak bermakna lainnya.


V.FIQH YANG TERKAIT DENGAN PUASA

1. Rukun Puasa
Niat, yaitu berkehendak dalam hati untuk melakukan ibadah puasa. Rasulullah saw. bersabda: "Barang siapa tidak tidak meniatkan puasa sejak malam hari maka tidaklah sah puasanya." (HR. Tirmidzi). Sedangkan untuk puasa sunnah, niatnya boleh dilakukan pada pagi hari, dengan syarat ia belum makan atau minum apapun, berdasarkan hadis riwayat Aisyah ra., bahwasanya beliau berkata: "Suatu hari Rasulullah mendatangiku dan bertanya, “Apakah engkau mempunyai makanan?” Aku menjawab tidak. Kemudian beliau berkata, “Kalau begitu aku berpuasa saja." (HR. Muslim)
Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga matahari tenggelam.

2. Waktu Memulai dan Mengakhiri Puasa di Bulan Ramadhan
"Dan makan dan minumlah sehingga terang kepadamu benang putih dari benang hitam dari fajar” (HR Bukhori). Menentukan kapan waktu memulai puasa adalah dengan memahami hakikat fajar. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa ada 2 macam fajar, berdasarkan sabdanya :

Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda "Fajar itu ada dua, yang pertama tidak mengharamkan makan (bagi yang puasa), tidak halal shalat ketika itu, yang kedua, mengharamkan makan dan telah dibolehkan shalat ketika terbit fajar tersebut.
(HR Ibnu Khuzaimah : 3/210, Al Hakim : 1/191, 495, Ad Daruquthni : 2/165, Al Baihaqi : 4/261, dari jalan Sufyan dari Ibnu Juraij dari Atha' dari Ibnu Abbas).

Dari hadits tadi kita mendapatkan 2 kesimpulan tentang fajar, yaitu :
1. Fajar Kadzib, tidak dibolehkan ketika itu shalat subuh, dan belum diharamkan bagi yang berpuasa untuk makan dan minum
2. Fajar Shadiq, fajar dimulainya puasa sehingga diharamkan makan bagi yang puasa, dan sudah boleh melaksanakan shalat subuh

Sedangkan saat berbuka adalah ketika senja tiba yang ditandai dengan bersamaan masuknya waktu shalat maghrib.

3. Hal-Hal yang Membatalkan Puasa
- Makan dan minum dengan sengaja. Adapun yang tidak disengaja maka tidak membatalkan puasa. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa lupa, kemudian ia makan dan minum padahal ia sedang berpuasa maka hendaknya ia menyempurnakan puasanya. Itu berarti Allah swt. yang menjamunya dengan makanan dan minuman." (HR. Bukhari Muslim)
- Memuntahkan isi perut dengan sengaja. Rasulullah bersabda: "Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja padahal ia sedang berpuasa maka tidaklah ia wajib mengqodho puasanya, tapi barangsiapa sengaja muntah maka ia harus mengqodho puasanya."
- Berhubungan badan dengan sengaja, baik dengan mengeluarkan air mani ataupun tidak
- Onani dan masturbasi di saat berpuasa.
- Haid dan nifas.
- Hilang akal seperti gila
- Murtad

4. Puasa yang Dilarang
- Dua Hari Raya
Para ulama telah sepakat atas haramnya berpuasa pada kedua hari raya, baik puasa fardu maupun puasa sunnah, berdasakan hadis Umar ra, "Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini. Adapun hari raya Idul fitri, ia merupakan hari berbuka dari puasamu, sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu." (HR Ahmad dan imam empat)

- Hari-Hari Tasyriq
Hari tasyrik adalah tiga hari berturut-turut setelah Idul adha (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah), berdasakan riwayat Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw. mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling kota Mina untuk menyampaikan, “Janganlah kamu berpuasa pada hari ini karena ia merupakan hari makan minum dan berzikir kepada Allah." (HR Ahmad).

- Berpuasa pada Hari Jumat Secara Khusus ataupun hari lainnya secara khusus
Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedangkan ia sedang berpuasa. Lalu Nabi saw. bertanya kepadanya, "Apakah engkau berpuasa kemarin?" Dia menjawab, "Tidak", dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa? "Tidak," jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi, dia menjawab tidak pula. "Kalau begitu, berbukalah sekarang!" (HR Ahmad dan An Nasaa'i)
Diriwayatkan dari Amir Al Asy'ari, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, "Sesungguhnya hari Jumat itu merupakan hari rayamu, karena itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu, kecuali jika kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!" (HR Al Bazzar dengan sanad hasan).
Dari Jabir ra bahwa Nabi saw bersabda, "Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya." Dan menurut lafal Muslim: "Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam itu buat bangun beribadah, dan jangan kamu khususkan hari Jumat itu di antara hari-hari lain untuk berpuasa, kecuali bila bertepatan dengan puasa yang dilakukan oleh salah seorang di antaramu!" (HR. Bukhari Muslim)

- Berpuasa pada Hari yang Diragukan
Dari Ammar bin Yasir ra berkata, "Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukannya, berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim (Muhammad saw)." (HR Ashabus Sunan)
Dari Abu Hurairah ra., Nabi saw bersabda, "Janganlah kamu mendahului puasa ramadhan itu dengan sehari dua hari, kecuali jika bertepatan dengan hari yang biasa dipuasakan, maka bolehlah kamu berpuasa pada hari itu." (HR Jamaah)

- Berpuasa Sepanjang Masa
"Tidaklah berpuasa, orang yang berpuasa sepanjang masa." (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim)

- Berpuasa Bukan Karena Allah swt.
Ada orang yang berpuasa karena ingin mendapat ilmu tertentu atau memperingati hari kelahirannya ataupun karena hal lainnya, maka hal ini termasuk syirik yang dilaknat oleh Allah swt.

5. Puasa Sunnah
- Enam Hari pada Bulan Syawal
Dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan lalu mengiringinya dengan enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan dia telah berpuasa selama satu tahun (sepanjang masa)". (HR. Jamaah kecuali jamaah ahli hadis kecuali Bukhari dan An Nasaa'i)

- Puasa 9 Dzul Hijjah (Arafah) bagi selain orang yang melaksanakan Haji
Dari Abu Qatadah ra bahwa Rasulullah saw bersabda, "Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang." (HR Jamaah kecuali Bukhari dan At Tirmidzi).
Dari Hafshah ra, dia berkata, "Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan Rasulullah saw, yaitu puasa Asyura, puasa sepertiga bulan (yakni bulan Dzul Hijjah), puasa tiga hari dari tiap bulan, dan shalat dua rakaat sebelum Subuh." (HR Ahmad dan An Nasaa'i)

-Puasa Tasu'a dan 'Asyura atau Tanggal 9 dan 10 Muharram
Dari Aisyah ra, dia berkata, "Hari Asyura adalah hari yang dipuasakan oleh orang-orang Quraisy di masa jahiliyah, Rasulullah saw. juga biasa berpuasa. Dan tatkala datang di Madinah, beliau berpuasa pada hari itu dan menyuruh orang-orang untuk turut berpuasa. Maka, saat diwajibkan puasa ramadhan beliau bersabda, 'Siapa yang ingin berpuasa, hendaklah ia berpuasa dan siapa yang ingin meninggalkannya, hendaklah ia berbuka." (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Nabi saw datang ke Madinah lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura, maka Nabi bertanya, “Ada apa ini?” Mereka menjawab, hari Asyura itu hari baik, hari Allah menyelamatkan Nabi Musa saw dan Bani Israil dari musuh mereka sehingga Musa as berpuasa pada hari itu. Kemudian, Nabi saw bersabda, “Aku lebih berhak terhadap Musa daripada kamu”, lalu Nabi saw berpuasa pada hari itu dan menganjurkan orang agar berpuasa pada hari itu. " (HR. Muttafaq ‘alaihi)
Dari Ibnu Abbas ra, dia berkata, "Tatkala Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa pada hari itu, mereka berkata, "Ya Rasulullah, ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nashrani," maka Nabi saw bersabda, "Jika datang tahun depan, insya Allah aku berpuasa pada hari kesembilan (dari bulan Muharram)." Ibnu Abbas ra berkata, "Maka belum lagi datang tahun depan, Rasulullah saw sudah wafat." (HR Muslim dan Abu Daud).
Para ulama menyebutkan bahwa puasa Asyura' itu ada tiga tingkat, yaitu : Tingkat pertama, berpuasa selama tiga hari yaitu hari kesembilan, kesepuluh dan kesebelas. Tingkat kedua, berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh. Tingkat ketiga, berpuasa hanya pada hari kesepuluh saja.

- Berpuasa pada Sebagian Besar Bulan Sya'ban
Dari Usamah bin Zaid ra berkata, Aku berkata, "Ya Rasulullah, tidak satu bulan yang engkau banyak melakukan puasa daripada bulan Sya'ban !" Nabi menjawab: "Bulan itu sering dilupakan orang, karena letaknya antara Rajab dan Ramadhan, sedang pada bulan itulah amal-amal manusia diangkat (dilaporkan) kepada Allah Rabbul 'Alamin. Maka, aku ingin amalku dibawa naik selagi aku dalam keadaan berpuasa." (HR An Nasaa'i)

- Berpuasa pada Hari Senin dan Kamis
Hal ini didasarkan pada hadits Abu Hurairah ra, bahwa Nabi saw lebih sering berpuasa pada hari Senin dan Kamis, lalu orang-orang bertanya kepadanya mengenai sebab puasa tersebut. Lalu Nabi saw menjawab, "Sesungguhnya amalan-amalan itu dipersembahkan pada setiap Senin dan Kamis, maka Allah swt. berkenan mengampuni setiap muslim, kecuali dua orang yang bermusuhan, maka Allah swt. berfirman, "Tangguhkanlah kedua orang (yang bermusuhan ) itu!" (HR Ahmad)
Dalam shahih Muslim diriwayatkan bahwa Nabi saw ditanya orang mengenai berpuasa pada hari Senin, maka beliau saw. bersabda, "Itu hari kelahiranku dan pada hari itu pula wahyu diturunkan kepadaku." (HR Muslim)

- Berpuasa Tiga Hari Setiap Bulan (Ayyamul Bidh)
Dari Abu Dzarr Al Ghiffari ra berkata, "Kami diperintah Rasulullah saw untuk melakukan puasa tiga hari dari setiap bulan, yaitu hari-hari terang bulan, yaitu tanggal 13, 14 dan 15, sambil Rasul saw bersabda, “Puasa tersebut seperti puasa setahun (sepanjang masa)" (HR An Nasaa'i)

- Puasa Daud (Berpuasa selang seling)
Dari Abdullah bin Amr berkata, Rasulullah saw telah bersabda, "Puasa yang paling disukai Allah swt. adalah puasa Daud dan shalat yang paling disukai Allah swt. adalah shalat Daud. Ia tidur seperdua (separuh) malam, bangun sepertiganya, lalu tidur seperenamnya, dan ia berpuasa satu hari lalu berbuka satu hari."


VI.HADITS-HADITS BERMASALAH YANG BERKAITAN DENGAN PUASA DAN BULAN RAMADHAN

Banyak hadits-hadits dhaif bahkan maudhu sering disebutkan terutama menjelang dan saat bulan ramadhan. Setiap muslim hendaklah memiliki ilmu tentang hal ini agar tidak melakukan kekeliruan menisbatkan sesuatu kepada Rasul saw padahal sebenarnya bukan dari Rasul saw, sebagaimana sabda Rasulullah saw “Barangsiapa menceritakan dariku satu hadits yang dianggap dusta, maka dia termasuk pendusta.”

Asy Syaikh Al Qasimi dalam Kitab Qawaid At Tahdits : 94 menyatakan tentang penggunaan hadits dhaif, yaitu tidak diamalkan secara mutlak, baik dalam masalah ahkam maupun fadhail al amal. Diceritakan oleh Ibnu Sayyidin Nas dalam ‘Uyunul Atsar dari Yahya bin Ma’in dalam Fathul Mughits beliau menyandarkannya kepada Abu Bakar bin Al Arabi. Ini juga merupakan pendapat ImamBukhari, Muslim, dan Ibnu Hazm.

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mendukung hal tersebut di atas dengan menyatakan :
1. Hadits dhaif hanya mendatangkan sangkaan yang salah (dhanul marjuh). Tidak boleh beramal dengannya berdasarkan kesepakatan. Barangsiapa mengecualikan boleh beramal dengan hadits dlaif dalam fadlailul a’mal, hendaknya dia
mendatangkan bukti.
2. Terkait penggunaan hadits dhaif dalam fadhail al amal, yaitu amal-amal yang telah disyariatkan berdasarkan hadits shahih, kemudian ada hadits dhaif yang menyertainya yang menyebutkan pahala khusus bagi orang yang mengamalkannya, maka hadits dhaif dalam keadaan semacam ini boleh diamalkan, karena hal itu bukan hanya pensyariatan amal itu semata sebagai keterangan tentang pahala khusus yang diharapkan oleh pelakunya.
3. Orang yang beramal dengannya meyakini bahwa hadits itu dhaif dan tidak memasyhurkannya sehingga orang tidak beramal dengan hadits tersebut dan mensyariatkan apa yang tidak disyariatkan

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani juga memberi 3 syarat diperbolehkannya beramal dengan hadits dhaif :
1. Haditsnya tidak termasuk hadits maudhu’
2. Orang yang mengamalkannya mengetahui bahwa hadits itu dhaif.
3. Tidak memasyhurkan beramal dengannya.

Menurut Prof. KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA. dalam buku Hadis-hadis Bermasalah : 116, beliau menyatakan bahwa hadits dhaif syadid (sangat parah tingkat kedhaifannya tetap tidak bisa dipakai dalil untuk amalan apapun, termasuk dalam hal fadhail al amal. Menurutnya, hadits yang termasuk dhaif syadid adalah maudhu, matruk dan munkar

Setelah kita mengetahui keberadaan posisi hadits-hadits dhaif dalam beramal, maka mari kita telaah beberapa hadits yang sering disebutkan menjelang dan selama bulan ramadhan di tengah masyarakat muslim Indonesia.

Hadits ke-1 :

“Seandainya hamba-hamba itu mengetahui apa yang ada di bulan ramadhan, niscaya umatku berangan-angan agar ramadhan setahun penuh. Sesungguhnya syurga dihiasi untuk ramadhan dari ujung tahun ke tahun berikutnya.” .

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah : 1886, Ibnul Jauzi dalam kitab Al Maudhu’at : 2/188-189, Abu Ya’la dalam Musnadnya sebagaimana di dalam Al Mathalib Al ‘Aliyah (Qaf 46/Alif Ba/naskah manuskrip) dari jalan Jarir bin Ayub Al Bajali dari Sya’bi dari Nafi’ bin Bardah dari Abu Mas’ud Al Ghifari).

Takhrij : Hadits ini maudhu’, cacatnya pada Jarir bin Ayub. Ibnu Hajar menyebutkan biografinya dalam Lisanul Mizan : 2/101 dan berkata : “Dia terkenal dengan kelemahannya.” kemudian Ibnu Hajar menukil ucapan Abu Nu’aim tentang dia : “Dia pemalsu hadits.” Sedang dari Imam Bukhari : “Dia meriwayatkan hadits mungkar.” dan dari Nasaa’i : “Dia matrukul hadits” (ditinggalkan haditsnya). Ibnul Jauzi menghukumi dia sering memalsukan hadits.

Hadits ke-2 :

“Wahai manusia, kalian telah dinaungi bulan yang agung, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Allah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai kewajiban dan shalat malam sebagai sunnah. Barangsiapa bertaqarub di dalamnya dengan satu kebaikan, maka dia seperti menunaikan suatu kewajiban pada bulan lain … Ramadhan adalah bulan yang awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan dan akhirnya adalah pembebasan dari api neraka … .”

Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah :1887, Al Muhamili : 293, Al Ashbahani dalam At Targhib (Qaf/178, Ba/naskah manuskrip) dari jalan Ali bin Zaid bin Jad’an dari Sa’id bin Al Musayyib dari Salman.

Takhrij : Sanad hadits ini maudhu, karena kelemahan Ali bin Zaid. Ibnu Sa’ad berkata : “Dia (Ali bin Zaid) lemah, tidak dapat dijadikan hujah.” Ahmad bin Hambal berkata : “Dia dhaif.” Ibnu Abi Haitsamah berkata : “Dia dhaif dalam segala hal.” Ibnu Khuzaimah berkata : “Aku tidak berhujah dengannya karena hapalannya jelek.” Demikian dalam Tahdzibut Tahdzib : 7/322-323. Ibnu Khuzaimah berkata setelah meriwayatkan hadits tersebut, dengan ucapan : “Jika hadits ini shahih.” Ibnu Hajar berkata dalam Al Athraf : “Tidak diperselisihkan tentang Ali bin Zaid bin Ja’ad, dia adalah dhaif.” Ibnu Abi Hatim menukil dari ayahnya (Abu Hatim) di dalam I’lalul Hadits 1/249 : “Hadits ini mungkar.”

Selain kelemahan dari sisi sanad, hadits tersebut matannya juga bertentangan dengan hadits shahih ini : Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda "Barangsiapa yang berpuasa di bulan ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya (yang kecil) yang telah lalu." (HR Bukhori dan Muslim). Puasa hanya mengampuni ash shagaair/dosa kecil, sedangkan al kabaair/dosa besar hanya bias diampuni dengan bertaubat kepada Allah swt

Hadits ke-3 :

“Puasalah kalian, niscaya kalian sehat.”

Ini adalah potongan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Adi dalam Al Kamil : 7/2521 dari jalan Nahsyal bin Said dari Ad Dhahhak dari Ibnu Abbas ra. Nahsyal adalah matruk, dia berdusta dan Ad Dhahhak tidak mendengar langsung dari Ibnu Abbas ra. Diriwayatkan pula oleh At Thabrani dalam Al Ausath (1/Qaf-69/Alif-Majma’ul Bahrain). Demikian pula Ibnu Bukhari dalam Juz’u-nya sebagaimana dalam Syarhul Ihya’ : 7/401 dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abu Dawud dari Zuhair bin Muhammad dari Suhail bin Abu Shalih dari Abu Hurairah ra.

Takhrij : Sanad hadits ini dhaif. Abu Bakar Al Atsram berkata : “Aku mendengar Ahmad berkata, ‘mereka (orang-orang Syam) meriwayatkan beberapa hadits mungkar dari Zuhair’.” Abu Hatim berkata : “Hapalan Zuhair jelek. Haditsnya ketika di Syam lebih mungkar daripada haditsnya di Irak karena hapalannya jelek.” Al Ajali berkata : “Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh penduduk Syam darinya tidak menakjubkan aku.” Demikian dalam Tahdzibul Kamal 9/417. Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid dalam Kitab Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam fi Ramadhan mengatakan bahwa Muhammad bin Sulaiman adalah penduduk Syam. Biografinya terdapat dalam Tarikh Dimasyk (15/Qaf 386/naskah manuskrip). Riwayatnya dari Zuhair - sebagaimana ditegaskan oleh para imam - adalah mungkar. Di antaranya adalah hadits ini.

Hadits ke-4 :

“Barangsiapa membatalkan (puasanya) satu hari dari bulan Ramadhan tanpa udzur dan sakit, maka tidak dapat diqadha’ walaupun dia puasa sepanjang tahun.”

Hadits ini disebutkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-nya (Fathul Bari 4/160) secara mu’allaq (tanpa sanad). Disebutkan sanad-sanadnya oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya : 1987, At Tirmidzi : 723, Abu Dawud : 2397, Ibnu Majah : 1672, An Nasaa’i dalam Al Kubra, sebagaimana dalam Tuhfatul Asyraf :10/373, Al Baihaqi : 4/228, Ibnu Hajar dalam Ta’liqut Ta’liq : 3/170 dari jalan Abul Muthawwis dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari 4/161 : Takhrij : “Hadits ini banyak diperselisihkan pada Habib bin Abi Tsabit, sehingga hadits ini memiliki tiga ‘ilat (cacat), yaitu : Idhtirab (sanadnya goncang), keadaan Abul Muthawwis majhul (tidak dikenal), Abul Muthawwis mendengar dari ayahnya dari Abu Hurairah ra diragukan. Ibnu Khuzaimah setelah meriwayatkan hadits ini berkata dengan ucapan “Aku tidak mengetahui siapa Ibnul Muthawwis dan ayahnya.” Sehingga hadits ini juga dhaif.

Hadits ke-5 :

"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadah meskipun ia tidur di atas kasurnya".

Takhrij : Sanad Hadits ini Dho'if, karena di sanadnya ada Yahya bin Abdullah bin Zujaaj dan Muhammad bin Harun bin Muhammad bin Bakkar bin Hilal. Kedua orang ini majhul karena tidak dijumpai keterangan tentang keduanya di kitab-kitab Jarh Wat Ta'dil (yaitu kitab yang menerangkan cacat/cela dan pujian tiap-tiap rawi hadits). Selain itu dalam sanad hadits ini juga ada Hasyim bin Abi Hurairah Al Himsi seorang rawi yang juga majhul.
Hadits yang semakna dengan ini juga diriwayatkan oleh Ad Dailami dalam kitabnya, Musnad Firdaus dari jalan Anas bin Malik yang lafadz sebagai berikut :

"Orang yang berpuasa itu tetap di dalam ibadah meskipun ia tidur diatas kasurnya".

Takhrij : Sanad hadits ini Maudhu', karena ada seorang rawi bernama Muhammad bin Ahmad bin Suhail. Dia ini seorang yang pemalsu hadits, demikian diterangkan Imam Dzahabi di kitabnya Adh-Dhuafa.

Hadits ke-6 :

"Puasa itu setengah dari pada sabar, dan atas tiap-tiap sesuatu itu ada zakatnya, sedang zakat badan itu ialah puasa".

Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Su'abul Iman dari jalan Abu Hurairah.
Takhrij : Hadits ini sangat dhaif, karena dalam sanadnya ada perawi bernama Muhammad bin ya'kub. Dia mempunyai riwayat-riwayat yang munkar. Demikian diterangkan oleh Imam Dzahabi di kitabnya Adh Dhuafa. Selain itu juga terdapat rawi Musa bin 'Ubaid. Imam Ahmad berkata tentangnya, “Tidak boleh diterima riwayat dari padanya” (Faidhul Qodir : 5201).

Hadits ke-7 :

“Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, amalnya dilipatgandakan (pahalanya), doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni”

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Syu’ab Al Iman, kemudian dinukil oleh Imam As Suyuthi dalam Al Jami Ash Shagir.

Takhrij : Menurut Imam Baihaqi, dalam sanad hadits tersebut ada rawi yang dhaif yaitu Ma’ruf bin Hisan. Selain itu juga terdapat Sulaiman bin Amr An Nakha’i, seorang rawi yang lebih dhaif dari Ma’ruf bin Hisan. Menurut Ahmad bin Hambal, Sulaiman bin Amr An Nakha’i adalah pemalsu hadits, sedang Yahya bin Ma’in menilainya “manusia paling dusta di dunia ini”. Imam Bukkhari menilainya matruk, serta Imam Al Hakim menilainya sebagai pemalsu hadits. Artinya status hadits ini maudhu. Selain itu, matannya juga bermasalah karena mendorong orang untuk bermalas-malasan di bulan ramadhan serta berlomba-lomba tidur di siang hari.

Hadits ke-8 :

“Siapa bergembira dengan masuknya bulan ramadhan, Allah akan mengharamkan jasadnya masuk neraka”

Hadits ini terdapat dalam kitab Durratun Nashihin, karya Utsman Al Khubbani. Sebuah kitab yang menurut banyak para ulama hadits dikatakan banyak memuat hadits-hadits dhaif bahkan maudhu.

Takhrij : Dalam kitab tersebut tidak disebutkan siapa perawinya dan bagaimana kualitasnya. Begitu pula dalam kitab-kiyab hadits yang masyhur, hadits ini tidak ditemukan sama sekali, sehingga status hadits ini adalah maudhu. Selain itu, matannya juga bermasalah, karena memudahkan orang untuk terbebas dari api neraka. Tak ada satupun nash shahih yang menyatakan “hanya dengan bergembira datangnya ramadhan maka seseorang akan diharamkan jasadnya dari api neraka”. Coba bayangkan, para pedagang kolak, pedagang es buah, bahkan pemilik grosir sembako yang mayoritas orang non muslim bergembira dengan datangnya ramadhan (karena dagangannya makin laku), akan begitu mudahnya terbebas dari api neraka. Padahal orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh pun hanya akan mendapat ampunan dari dosa-dosa kecil saja (HR. Bukhari Muslim). Wuahh, uenak tenaaaaan.

Itulah beberapa dia antara hadits-hadits yang bermasalah seputar puasa dan bulan ramadhan yang sering disebutkan di tengah umat muslim di Indonesia.


VII.MAROJI

1.Al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, An Nawawi, Al Maktabah As Salafiyah, Madinah
2.At Targhib wat Tarhib, Al Mundziiri, Darul Maktabah Al Hayah, Beirut, 1411 H/1990 M
3.Bulugh Al Maram min Fatawa Ash Shiyam As-ilah Ajaba 'alaiha Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi'i, Al Maktabah As Salafiyyah Ad Da'wiyyah
4.Faidh Al Qadir, Muhammad Abdur Ra’uf Al Minawi, Darul Fikr
5.Fathul Baari, Ibnu Hajar Al Atsqalani, Maktabah Al Kulliyat Al Azhariyah, Kairo, 1398 H/1978 M
6.Fadhailu Syahri Ramadhan, Ibnu Syahin
7.Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq
8.Hadis-hadis Bermasalah, Prof. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA., Pustaka Firdaus, Cetakan keempat, September 2006
9.Keakhwatan 4 : Tarbiyah Ruhiyah “Menumbuhkan Potensi Fitrah, Memberdayakan Potensi Iman, Cahyadi Takariawan dan Wahid Ahmadi, Era Intermedia, Cetakan Ketiga, Rabi’ul Akhir 1429 H/April 2008 M
10.Shifat Shaum Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam fi Ramadhan, Salim Al Hilali dan Ali Hasan Abdul Hamid, http://www.vbaitullah.or.id/
11.Silsilah Al Ahaadits Adh Dha’ifah wal Maudhu’ah, Maktabah Al Ma’arif, Riyadh, 1412 H/1992 M

Oleh : Ustadz Suherman, S. Ag.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini